L'arc~en~ciel

Bottom 3

PROFIL Ds. GEGER

Diposting oleh Komite Pendidikan Masyarakat Desa GEGER T.Agung

Minggu, 22 November 2009


A. Gambaran Umum Desa Geger
Desa Geger merupakan salah satu desa paling barat sendiri dari 11 desa yang berada di wilayah kecamatan Sendang. Batas wilayah desa Geger adalah sebelah utara berbatasan langsung dengan kabupaten Ponorogo, sebelah selatan berbatasan dengan desa Kedoyo, sebelah barat berbatasan dengan desa Gambiran kecamatan Pagerwojo dan sebelah timur berbatasan dengan desa Nglurup. (Sumber : Monografi desa Geger tahun 2006).
Desa Geger berada dilereng-lereng gunung wilis dengan memiliki luas 1.609,8 Ha, yang dihuni sekitar 4.468 jiwa (laki : 2.233 jiwa dan perempuan : 2.235 jiwa), yang terbagi menjadi 1.208 kepala keluarga, 27 RT dan 10 RW serta 27 Lingkungan. Sedangkan untuk jumlah usia 11-17 tahun yang menjadi sasaran program Enable  530 orang dengan perincian sebagai berikut :

Orbitasi dari desa tersebut adalah jarak dari desa ke ibu kota kecamatan 5 Km, dengan lama tempuh  ¼ jam. Sedangkan untuk jarak dari desa ke ibu kota kabupaten 30 Km, dengan lama tempuh  1 jam.
Dengan suhu rata-rata harian 23 0C dan ketinggian 600-1.025 mdl, desa Geger memiliki iklim curah hujan berkisar 2.611 mm/th setiap 6 bulan sekali, hal ini mempengaruhi tingkat kesuburan tanah desa tersebut tinggi, sehingga cocok untuk tanaman padi, rumput pakan sapi perah, umbi-umbian dan sayur-sayuran. Dan desa tersebut juga memiliki hutan lindung 688 Ha, yang merupakan aset daerah dan dipelihara oleh daerah setempat.
Ada 5 Dusun yang masuk wilayah desa Geger :
1. Dusun Tumpakpring
2. Dusun Sukorejo
3. Dusun Tambibendo
4. Dusun Ngrejeng
5. Dusun Turi

Melihat data tersebut di atas dan dari hasil rapid kepada para penduduk jelas bahwa, mayoritas penduduk desa Geger yang rata-rata pendatang mengandalkan lereng gunung untuk pertanian, hal ini juga didukung dengan kapasitas air yang lebih dari cukup untuk menanam berbagai macam tanaman termasuk tanaman padi dan palawija dengan sumber daya air 6 mata air dan 2 sungai. Namun para petani di desa Geger dalam kurun waktu 4-5 tahun terakhir ini memiliki profesi ganda yaitu petani dengan sawah/ladang yang dialihfungsikan untuk menanam rumput sebagai pakan ternak. Profesi kedua adalah sebagai peternak karena mayoritas penduduk desa Geger atau hampir setiap kelompok keluarga adalah peternak sapi perah. Sehingga penanaman padi hanya bisa dilakukan satu tahun sekali disaat musim hujan atau curah hujan, sedangkan untuk musim yang tidak menentu para petani juga lebih mengandalkan tanaman palawija seperti ubi jalar/kayu, jagung, kentang, kubis, buncis, wortel dan kacang-kacangan. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2006-2007 ini jagung dan ubi kayu bisa menghasilkan 2.8 ton/Ha dengan kapasitas 26 Ha, dan ubi kayu dengan kapasitas 35 Ha bisa menghasilkan 11 ton/Ha.
Peternak sapi perah merupakan penghasil dan penyumbang ekonomi warga terbesar yang sekaligus menjadi andalan warga desa Geger. Hal ini didukung dengan kondisi desa Geger yang selalu dingin dan cocok untuk peternakan sapi perah. Maka bagi warga Geger, ternak sapi perah merupakan potensi yang sangat dominan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup yang lebih menjanjikan bagi mereka. Dengan terbukti hasil rata-rata susu dari seluruh peternak yang ada di wilayah Geger  4.500.000 liter/tahun. Bahkan bisa dikatakan bahwa desa Geger merupakan desa penghasil susu terbesar di wilayah kabupaten Tulungagung.

Untuk program-program yang pernah ada dan sedang berjalan di desa Geger antara lain :
1. PIDRA (Partisipatori Increast Development Rural Area)
2. PPK (Program Pengembangan Kecamatan)
3. GARDU TASKIN
4. Paket A, B dan C
5. KF (Keaksanraan Fungsional)
6. PNPM (Program Nasioanal Pemberdayaan Masyarkaat)

Sedangkan untuk lembaga perekonomian yang berada di tingkat desa yang menunjang tingkat ekonomi desa terbentuk koperasi ada 1 unit dengan jumlah anggota 76 orang, industri kerajinan ada 3 unit dengan jumlah tenaga kerja 3 orang, toko ada 7 unit dengan jumlah tenaga kerja atau yang mempunyai hak milik ada 16 orang, jasa angkutan ada 29 unit dengan jumlah tenaga kerja 29 orang, usaha perkebunan 1 unit dengan jumlah tenaga kerja 25 orang, kelompok simpan pinjam ada 5 unit dengan jumlah anngota 235 orang, kelompok-kelompok tani dan koperasi susu (KUD) cabang Sendang untuk peternak sapi perah.


B. Gambaran Khusus Perdusun
Di desa Geger terbagi menjadi 5 dusun, dimana letak wilayah perdusun ada di sepanjang lereng gunung wilis, dan berada di jalur utama antara kecamatan Sendang menuju kecamatan Pagerwojo sehingga akses untuk menuju antara dusun satu ke dusun lain relatif mudah kecuali dusun Turi yang letaknya lebih masuk dari jalan utama dan sampai sekarang kondisinya masih macadam. Diantara 5 dusun tersebut adalah sbb:

1. Dusun Tumpakpring
Dusun Tumpakpring yang dipimpin oleh bapak Kateni (kepala dusun/kasun) merupakan dusun yang paling timur sendiri di wilayah desa Geger, jarak dusun dengan balai desa ± 2.5 Km. Dusun yang memiliki 6 RT dan 2 RW dan jumlah jiwanya ada 844 orang yang terbagi menjadi 245 KK terbagi menjadi 6 lingkungan yaitu: lingkungan Tumpakpring Wetan, lingkungan Tumpakpring Kulon, lingkungan Watugono, lingkungan Dewogoro Lor, lingkungan Dewogoro Kidul dan lingkungan Bengkok.
Jalur utama dusun tersebut sudah di aspal, namun kondisi aspal tersebut belum sampai masuk ke wilayah lingkungan. Untuk sarana pendidikan terdapat 2 SD yaitu SD I dan SD III Geger, namun karena kondisi jalan yang naik membuat anak-anak dusun Tumpakpring yang bagian Timur sendiri memilih untuk bersekolah keluar desa yaitu desa Nglurup. Sedangkan tingkat pendidikan anak di dusun tersebut rata-rata telah menamatkan pendidikan WAJAR 9 Tahun (SLTP) bahkan SLTA atau ada dari sebagian anak yang meneruskan kejar paket C ke desa Sendang. Dan untuk kegiatan pemuda dusun Tumpakpring sehari-hari adalah merumput (mencari pakan ternah) baik laki-laki maupun perempuan, namun apabila pada hari-hari besar nasional dalam rangka menyabut HUT RI, pemuda dusun Tumpakpring yang tergabung dalam Karang Taruna mengadakan BAZAR dan kreatif mengadakan arak-arakan, mereka sangat kompak dalam setiap kegiatan.

2. Dusun Sukorejo
Dusun Sukorejo dipimpin oleh bapak Sari (Kasun). Jumlah penduduk dusun Sukorejo adalah 893 jiwa yang terbagi menjadi 246 KK, merupakan jumlah penduduk urutan terbesar kedua setelah dusun Tambibendo. Dengan 7 RT dan 2 RW, dusun tersebut terbagi menjadi 7 lingkungan yaitu: lingkungan Sukorejo Wetan, lingkungan Sukorejo Kulon, lingkungan Tawang Wetan, lingkungan Tawang Kulon, lingkungan Bara’an Lor, lingkungan Bara’an Kidul dan lingkungan Kritik.
Letak wilayah dusun Sukorejo berada diantara tengah-tengah desa Geger, termasuk balai desa Geger berada di wilayah Sukorejo. Dan sebagian jalan yang masuk ke arah lingkungan dalam keadaan masih makadam. Untuk tingkat pendidikan di dusun tersebut rata-rata masih tamat SD, bahkan ada dari mereka yang tamat SLTP, namun masih dalam kerangka kecil dan didusun tersebut telah berdiri Paket B yang sampai sekarang masih berjalan. Hal ini yang menyebabkan kondisi sosial-kultur dari masyarakat dusun Sukorejo sulit untuk diatur, anak-anak muda dusun tersebut dikenal nakal, suka minum-minuman keras dan narkoba serta sering berbuat onar baik di luar wilayah desa Geger maupun ditempatnya sendiri.

3. Dusun Tambibendo
Dengan dipimpin oleh bapak Suwarni sebagai kepala dusun, Tambibendo merupakan dusun yang paling banyak jumlah penduduknya, ada sekitar 1.022 jiwa yang terbagi menjadi 323 KK, 6 RT dan 2 RW. Dusun tersebut terdapat memiliki 6 lingkungan yaitu: lingkungan Sengon, lingkungan Nguncup, lingkungan Tambibendo Lor, lingkungan Tambibendo Kidul, lingkungan Genengan dan lingkungan Pakisaji.
Letak wilayah dusun Tambibendo berada sebelah barat balai desa dengan jarak ± 1.5 km. Di Tambibendo juga telah berdiri paket B dan sampai sekarang masih berjalan. Menurut informasi masyarakat Paket B tersebut mempunyai WB (warga belajar) sekitar 25 orang dan sekarang sudah masuk kelas III.

4. Dusun Ngrejeng
Dusun Ngrejeng terbagi menjadi 4 lingkungan yaitu: lingkungan Sambaran, lingkungan Ngompak, lingkungan Potrosumo dan lingkungan Gebluk. Letak wilayah dusun tersebut berada diantara dusun Turi dan dusun Tambibendo. Jumlah penduduk dusun Ngrejeng sekitar 866 jiwa yang terbagi menjadi 249 KK, untuk jumlah RT ada 4 dan 2 RW. Jarak dusun Ngrejeng dengan balai desa Geger ± 3 km.

5. Dusun Turi
Dusun Turi berada dipaling Barat sendiri dari 4 dusun yang ada di wilayah desa Geger dan berbatasan langsung dengan kabupaten Ponorogo, dusun yang dipimpin oleh Bapak Robin terbagi menjadi 4 RT dan 2 RW dengan jumlah penduduk sekitar 658 jiwa yang terbagi menjadi 193 KK, serta 4 lingkungan yaitu: lingkungan Turi, lingkungan Jabung, lingkungan Penampihan dan lingkungan Beji.
Dengan jarak ± 5 km mengarah ke balai desa Geger, sarana transportasi di dusun tersebut masih sangat susah, karena dibandingkan dengan dusun-dusun yang lain, keadaan jalan dusun Turi makadam dan terjal. Padahal di dusun Turi sudah ditemukan candi Penampian yang selam dekade ini belum ada tindak lanjut dari pemerintah daerah dan hingga saat ini dusun Turi dikenal untuk wilayah kabupaten Tulungagung dengan sebutan ”PENAMPIAN”.
Dan sosio kultur masyarakat dusun Turi sangat beragam, hal ini disebabkan penduduk yang berada di dusun Turi menganut beberapa agama yaitu ada yang beragama Islam, Kristen, Hindu dan Budha.

C. Situasi Pendidikan Desa Geger

Lembaga pendidikan yang ada di desa Geger hingga saat ini terdiri dari:
 TK (Taman Kanak-kanan)
Sebanyak 6 unit dengan jumlah guru 7 orang dan murid 83 orang.
 SD / sederajat
Ada 3 unit dengan jumlah guru 27 orang dan murid 480 orang, yang terdiri dari SD I dan III berada di dusun Tumpakpring dan SD II berada di dusun Turi.
 SMP terbuka
Merupakan program pendidikan luar sekolah (PLS) yang dahulu tempatnya masih bergabung dengan SD II Geger, namun mulai sekarang SMP tersebut mulai diperhatikan oleh pihak pemerintah dengan dibangunnya gedung sekolah yang baru.
 Paket B
Ada 2 kelompok belajar yang tergabung di Paket B dengan WB ± 25-30 orang yang berada di dusun Tambibendo dan di dusun Sukorejo.
 TPA
Ada 16 tempat di suluruh desa Geger, dan jumlah dari keseluruhan peserta didik ada 208 orang dengan pengajar 48 orang.

Dari keterangan tersebut diatas, dan juga hasil rapid dari sebagian masyarakat bahwa mayoritas tingkat pendidikan anak-anak desa Geger adalah lulus SD mencapai 40 %, namun dengan berdirinya sekolah satu atap yang disponsori oleh PLS Sendang yang berada di wilayah penampian (tempat yang sulit terjangkau) yang notabene rawan potensi DO/putus sekolah, sehingga dari sini bisa memberikan kemudahan masyarakat dan anak-anak desa Geger untuk mengakses pendidikan tingkat SLTP dan beberapa masyarakat memahami akan pentingnya suatu pendidikan untuk masa depan anak-anak mereka. Bahkan dari kesemuan jumlah siswa di SMP Terbuka tersebut tidak sedikit anak-anak dari desa Gambiran kecamatan Pagerwojo yang ikut belajar, hal ini dikarenakan anak-anak merasa sekolah di SMP Terbuka Geger lebih dekat dengan rumah mereka dibandingkan dengan SMP yang ada di wilayah kecamatan Pagerwojo. Dan juga ada 2 Paket B yang berada di wilayah Tambibendo dan Sukorejo.

Continue Reading

0 komentar:

Traficking (Perdagangan Orang)

Diposting oleh Komite Pendidikan Masyarakat Desa GEGER T.Agung

Minggu, 02 Agustus 2009


PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK(TRAFICKING) SEBAGAI TRAGEDI KEMANUSIAAN YANG MEMILUKAN)

A. LATAR BELAKANG
Sejak 1970, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan agen-agen tenaga kerja memulai melakukan pengiriman (penempatan) buruh migran perempuan (TKW) ke Arab Saudi, Hongkong, Malaysia, Singapura, Korea Selatan dan Taiwan. Fenomena terjadinya migrasi International atau melewati lintas batas negara ini merupakan salah satu bentuk kegagalan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan di dalam negeri sendiri. Kegagalan menyediakan lapangan pekerjaan berati belum tercapainya pembangunan perekonomian negara saat sekarang. Sementara itu terjadi ketidak seimbangan pertembuhan ekonomi di negara-negara lain dengan konsekwensi banyak jenis pekerjaan kasar yang dihindari oleh penduduknya yang pada akhirnya harus mendatangkan tenaga-tenaga kasar tersebut salah satunya dari Indonesia.
Pada tahun delapan puluhan terjadi peningkatan yang sangat tajam penempatan buruh migran atau yang dikenal dengan TKW/TKI keluar negeri seiring dengan diterapkannya Revolusi Hijau. Perempuan pedesaan yang biasanya memiliki lapangan pekerjaan sebagai buruh tani telah tergusur dengan sistim budidaya padi yang menggunakan sistim Panca Usaha Tani yang menerapkan jenis padi unggul yang harus dipanen dengan sabit yang hanya bisa dilakukan oleh petani laki-laki. Demikian juga dengan buruh laki-laki telah tergeser dengan peralatan mekanisasi pertanian. Pengangguran yang menumpuk di pedesaan dengan tanpa memiliki ketrampilan khusus maka terjadilan migrasi ke luar negeri dengan pekerjaan sebagai buruh perkebunan dan pekerja rumah tangga yang sangat rentan terhadap kekerasan dan ekploitasi atau pemerasan dan perdagangan perempuan.
Penempatan TKW menjadi bisnis yang menguntungkan. Pemerintah mendapatkan devisa yang cukup besar (di Jawa Timur sekitar 3 triliun rupiah pertahun), begitu juga PJTKI, yang akhirnya penempatan buruh migran ke luar negeri menjadi kegiatan bisnis dan buruh migran sebagai komoditi dari bisnis tersebut. Kebanyakan negara tujuan meminta lebih banyak pekerja perempuan daripada laki-laki, khususnya pekerja domestic sebagai pekerja rumah tangga. Situasi ini didorong oleh keadaan ekonomi di Negara kita sulit memperoleh pekerjaan dan gaji yang memadai. Kebanyakan perempuan mengatakan bahwa mereka memutuskan pergi keluar negeri adalah untuk bertahan dalam hidup dan untuk kehidupan keluarga yang lebih baik.
Dalam kenyataanya kualitas hidup perempuan masih memprihatinkan, hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikkan dan ketrampilan yang masih rendah, tingkat kesehatan yang rendah serta umumnya bekerja disektor informal seperti pekerja rumah tangga, buruh pertanian, perkebunan, pedagang dan sebagainya yang biasanya rentan terhadap kekerasan dan trafficking. Dengan adanya tekanan ekonomi, perempuan Indonesia banyak yang bekerja diluar negeri (buruh migran). Kondisi buruh migran perempuan tersebut baik yang legal maupun ilegal, sangat rentan terhadap diskriminasi, eksploitasi, tindak kekerasan dan bahkan perdagangan manusia (trafficking), khususnya perempuan dan anak, bahkan jumlahnya cenderung mengalami peningkatan dari waktu kewaktu. Kondisi ini tentunya akan mengancam kualitas hidup bangsa Indonesia apabila tidak ditangani secara serius.

B. DEFINISI DAN PENGERTIAN TRAFIKING.
Berdasarkan Protokol PBB untuk Mencegah, Memberantas dan Menghukum Perdagangan Manusia, khususnya Perempuan dan Anak (2000), dilegkapi dengan Konvensi PBB untuk Melawan Organisasi Kejahatan Lintas Batas, memasukkan definisi perdagangan manusia sebagai berikut:
1. "Perdagangan Manusia" adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh”
2. Persetujuan korban perdagangan manusia terhadap eksploitasi yang dimaksud yang dikemukakan dalam sub alinea (1) artikel ini tidak akan relevan jika salah satu dari cara-cara yang dimuat dalam subalinea (1) digunakan;
3. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai "perdagangan manusia" bahkan jika kegiatan ini tidak melibatkan satu pun cara yang dikemukakan dalam subalinea (a) pasal ini;
4. "Anak" adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun.

Pemerintah Indonesia turut meratifikasi protokol PBB tersebut dan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak disahkan pada tanggal 30 Desember 2002 melalui Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002. RAN tersebut merupakan landasan dan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan penghapusan perdagangan perempuan dan anak.
American Center For International Labor Solidarity (ACILS) dan International Catholic for Migran Center (ICMC) mencoba untuk memudahkan dalam memahami definisi Traficking dengan menyusun table seperti berikut:

Process + Cara/Jalan + Tujuan
Perekrutan
Atau
Pengiriman
Atau
Pemindahan
Atau
Penampungan
Atau
Penerimaan D
A
N Ancaman
Atau
Pemaksaan
Atau
Penculikan
Atau
Penipuan
Atau
Kebohongan
Atau
Kecurangan
Atau
Penyalahgunaan Kekuasaan D
A
N Prostitusi
Atau
Pornografi
Atau
Kekerasan/Eksploitasi Seksual
Atau
Kerja Paksa/dengan upah yang tidak layak
Atau
Perbudakan/Praktek-praktek lain serupa perbudakan

1 + 1 + 1

persetujuan korban tidak relevan Jika satu unsur dari masing-masing ketiga kategori diatas muncul, maka hasilnya adalah trafiking. Persetujuan korban tidak relevan apabila sudah ada salah satu dari jalan/cara diatas. Untuk anak-anak, persetujuan korban tidak relevan dengan atau tanpa jalan/cara diatas.

C. FAKTOR PENYEBAB TRAFIKING
Tidak ada satupun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafiking manusia di Indonesia. Trafiking disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda. Termasuk kedalamnya adalah:
1. Kurangnya Kesadaran dan minimnya informasi: Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari kerja baik di Indonesia ataupun di luar negeri tidak mengetahui adanya bahaya trafiking dan tidak mengetahui cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak mereka dalam pekerjaan yang disewenang-wenangkan atau pekerjaan yang mirip perbudakan.
2. Kemiskinan: Kemiskinan telah memaksa banyak keluarga untuk merencakanan strategi penopang kehidupan mereka termasuk bermigrasi untuk bekerja dan bekerja karena jeratan hutang, yaitu pekerjaan yang dilakukan seseorang guna membayar hutang atau pinjaman.
3. Keinginan Cepat Kaya: Keinginan untuk memiliki materi dan standar hidup yang lebih tinggi memicu terjadinya migrasi dan membuat orang-orang yang bermigrasi rentan terhadap trafiking.
4. Faktor Budaya: Faktor-faktor budaya berikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya trafiking:
a. Peran Perempuan dalam Keluarga: Meskipun norma-norma budaya menekankan bahwa tempat perempuan adalah di rumah sebagai istri dan ibu, juga diakui bahwa perempuan seringkali menjadi pencari nafkah tambahan/pelengkap buat kebutuhan keluarga. Rasa tanggung jawab dan kewajiban membuat banyak wanita bermigrasi untuk bekerja agar dapat membantu keluarga mereka.
b. Peran Anak dalam Keluarga: Kepatuhan terhadap orang tua dan kewajiban untuk membantu keluarga membuat anak-anak rentan terhadap trafiking. Buruh/pekerja anak, anak bermigrasi untuk bekerja, dan buruh anak karena jeratan hutang dianggap sebagai strategi-strategi keuangan keluarga yang dapat diterima untuk dapat menopang kehidupan keuangan keluarga.
c. Perkawinan Dini: Perkawinan dini mempunyai implikasi yang serius bagi para anak perempuan termasuk bahaya kesehatan, putus sekolah, kesempatan ekonomi yang terbatas, gangguan perkembangan pribadi, dan seringkali, juga perceraian dini. Anak-anak perempuan yang sudah bercerai secara sah dianggap sebagai orang dewasa dan rentan terhadap trafiking disebabkan oleh kerapuhan ekonomi mereka.
d. Sejarah Pekerjaan karena Jeratan Hutang: Praktek menyewakan tenaga anggota keluarga untuk melunasi pinjaman merupakan strategi penopang kehidupan keluarga yang dapat diterima oleh masyarakat. Orang yang ditempatkan sebagai buruh karena jeratan hutang khususnya, rentan terhadap kondisi-kondisi yang sewenang-wenang dan kondisi yang mirip dengan perbudakan.
5. Kurangnya Pencatatan Kelahiran: Orang tanpa pengenal yang memadai lebih mudah menjadi mangsa trafiking karena usia dan kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Anak-anak yang ditrafik, misalnya, lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun yang memintanya.
6. Kurangnya Pendidikan: Orang dengan pendidikan yang terbatas memiliki lebih sedikit keahlian/skill dan kesempatan kerja dan mereka lebih mudah ditrafik karena mereka bermigrasi mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian.
7. Korupsi & Lemahnya Penegakan Hukum: Pejabat penegak hukum dan imigrasi yang korup dapat disuap oleh pelaku trafiking untuk tidak mempedulikan kegiatan-kegiatan yang bersifat kriminal. Para pejabat pemerintah dapat juga disuap agar memberikan informasi yang tidak benar pada kartu tanda pengenal (KTP), akte kelahiran, dan paspor yang membuat buruh migran lebih rentan terhadap trafiking karena migrasi ilegal. Kurangnya budget/anggaran dana negara untuk menanggulangi usaha-usaha trafiking menghalangi kemampuan para penegak hukum untuk secara efektif menjerakan dan menuntut pelaku trafiking.
D. BENTUK-BENTUK TRAFIKING MANUSIA

Ada beberapa bentuk trafiking manusia yang terjadi pada perempuan dan anak-anak:
1. Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks – baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia. Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migran, PRT, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaan-pekerjaan tanpa keahlian tetapi kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di daerah tujuan. Dalam kasus lain, berapa perempuan tahu bahwa mereka akan memasuki industri seks tetapi mereka ditipu dengan kondisi-kondisi kerja dan mereka dikekang di bawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja.
2. Pembantu Rumah Tangga (PRT) – baik di luar ataupun di wilayah Indonesia. PRT baik yang di luar negeri maupun yang di Indonesia di trafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk: jam kerja wajib yang sangat panjang, penyekapan ilegal, upah yang tidak dibayar atau yang dikurangi, kerja karena jeratan hutang, penyiksaan fisik ataupun psikologis, penyerangan seksual, tidak diberi makan atau kurang makanan, dan tidak boleh menjalankan agamanya atau diperintah untuk melanggar agamanya. Beberapa majikan dan agen menyita paspor dan dokumen lain untuk memastikan para pembantu tersebut tidak mencoba melarikan diri.
3. Bentuk Lain dari Kerja Migran – baik di luar ataupun di wilayah Indonesia. Meskipun banyak orang Indonesia yang bermigrasi sebagai PRT, yang lainnnya dijanjikan mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian di pabrik, restoran, industri cottage, atau toko kecil. Beberapa dari buruh migran ini ditrafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak di tempat kerja seperti itu melalui jeratan hutang, paksaan, atau kekerasan.
4. Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya – terutama di luar negeri. Perempuan dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai penari duta budaya, penyanyi, atau penghibur di negara asing. Pada saat kedatangannya, banyak dari perempuan ini dipaksa untuk bekerja di industri seks atau pada pekerjaan dengan kondisi mirip perbudakan.
5. Pengantin Pesanan – terutama di luar negeri. Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks.
6. Beberapa Bentuk Buruh/Pekerja Anak – terutama di Indonesia. Beberapa (tidak semua) anak yang berada di jalanan untuk mengemis, mencari ikan di lepas pantai seperti jermal, dan bekerja di perkebunan telah ditrafik ke dalam situasi yang mereka hadapi saat ini.
7. Trafiking/penjualan Bayi – baik di luar negeri ataupun di Indonesia. Beberapa buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat di luar negeri dan kemudian mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi ilegal. Dalam kasus yang lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh PRT kepercayaannya yang melarikan bayi ibu tersebut dan kemudian menjual bayi tersebut ke pasar gelap.
E. SEBERAPA BESAR MASALAH TRAFIKING DI INDOENSIA?
Statistik untuk trafiking yang konkrit dan dapat diandalkan di Indonesia masih sangat sulit untuk didapatkan, karena ke-ilegalan-nya dan,karena itu, sifatnya tersembunyi. Meskipun demikian, informasi berikut ini mungkin dapat memberikan gambaran cakupan dari masalah ini:
1. Buruh Migran: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi memperkirakan bahwa pada tahun 2002 terdapat sekitar 500.000 warga negara Indonesia yang bermigrasi keluar negeri untuk bekerja melalui jalur resmi. Berbagai LSM di Indonesia (termasuk juga KOPBUMI) memperkirakan bahwa sekitar 1,4 sampai 2,1 juta buruh migran perempuan Indonesia saat ini sedang bekerja diluar negeri. Organisasi-organisasi ini juga menyertakan jumlah buruh migran yang tidak terdokumentasi yang melewati jalur-jalur ilegal kedalam perkiraan mereka.
2. PRT: Sebuah laporan dari konferensi ILO-IPEC 2001 memperkirakan bahwa ada sekitar 1,4 juta PRT di Indonesia, dan 23 persennya adalah anak-anak.
3. Pekerja Seks Komersial: Sebuah laporan Organisasi Perburuhan Dunia (ILO) tahun 1998 memperkirakan bahwa ada sekitar 130.000 – 240.000 pekerja seks di Indonesia dan sampai 30 persennya adalah anak-anak di bawah 18 tahun.
4. Meskipun tidak semua pekerja-pekerja tersebut pernah ditrafik, tetapi itu adalah bidang-bidang dimana trafiking dikenal sebagai fenomena yang tersebar luas dengan kemungkinan jumlah korban yang sangat
E. LANDASAN HUKUM UNTUK PEMBERANTASAN DAN PENGHAPUSAN TRAFIKING
Rujukan landasan hukum yang relevan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat dipakai dalam upaya menghapus trafiking, antara lain:
1. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang No. 21 2007
2. Undang-Undang No 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
3. Undang-Undang (UU) No.1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);
4. UU no.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita;
5. UU no.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; UU no.19 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO (International Labor Organisation) no.105 mengenai Penghapusan Kerja Paksa;
6. UU no. 1 tahun 2000 tentang Pengesahan Konvesi ILO No.182 mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak;
7. UU no.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan rujukan-rujukan relevan lainnya.

ARTI DAN PENGERTIAN ISTILAH YANG DIPAKAI DALAM DEFINISI TRAFIKING:

Berikut ini adalah beberapa arti dan pengertian istilah penting yang dipakai sesuai definisi trafiking:
1. Eksploitasi : Memanfaatkan seseorang secara tidak etis demi kebaikan atau keuntungan seseorang.
2. Eksploitasi Pekerja : Mendapat keuntungan dari hasil kerja orang lain tanpa memberikan imbalan yang layak
3. Perekrutan : Tindakan mendaftarkan seseorang untuk suatu pekerjaan atau aktivitas.
4. Agen : Orang yang bertindak atas nama pihak lain, seseorang yang memfasilitasi proses migrasi (pemindahan) baik migrasi sah maupun tidak sah.
5. Broker/makelar: Seseorang yang membeli atau menjual atas nama orang lain.
6. Kerja Paksa &Praktek serupa Perbudakan : Memerintahkan seseorang untuk bekerja atau memberikan jasa dengan menggunakan kekerasan atau ancaman, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi yang dominan, penjeratan utang, kebohongan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya. Kerja paksa dapat dilakukan demi keuntungan pemerintah, individu pribadi, perusahaan atau asosiasi.
7. Penghambaan : Keadaan di mana seseorang berada di bawah penguasaan seorang pemilik atau majikan; atau hilangnya kebebasan pribadi, untuk bertindak sebagaimana yang dikehendakinya.
8. Perbudakan : Keadaan di mana seseorang terbelenggu dalam penghambaan sebagai milik seorang penguasa budak atau suatu rumah tangga; atau praktek untuk memiliki budak; atau metode produksi di mana budak merupakan tenaga kerja pokok.
9. Perbudakan Seksual : Ketika seseorang memiliki orang lain dan mengeksploitasinya untuk aktivitas seksual.
10. Prostitusi : Tindakan seksual yang dilakukan untuk memperoleh uang.
11. Pekerja Seks Komersial : Seseorang yang melakukan tindakan seksual untuk memperoleh uang.
12. Prostitusi Anak: Prostitusi yang dilakukan anak, yang merupakan salah satu bentuk pekerjaan terburuk bagi anak.
13. Prostitusi Paksa: Mendesak (memaksa) seseorang untuk bekerja sebagai pekerja seks.
14. Pekerja Hiburan: Seseorang yang dipekerjakan di bidang jasa layanan/service dengan kondisi kerja eksploitatif, pornaaksi/striptease dan kondisi rentan.
15. Rentan : Menghadapi kemungkinan besar untuk dilukai atau mudah untuk diserang.

Continue Reading

0 komentar:

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ..... TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

Diposting oleh Komite Pendidikan Masyarakat Desa GEGER T.Agung

Senin, 18 Mei 2009




I. UMUM

Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia. Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia.

Bertambah maraknya masalah perdagangan orang di berbagai negara, termasuk Indonesia dan negara-negara yang sedang berkembang lainnya, telah menjadi perhatian Indonesia sebagai bangsa, masyarakat internasional, dan anggota organisasi internasional, terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain, misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa perbudakan itu. Pelaku tindak pidana perdagangan orang melakukan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.

Bentuk-bentuk eksploitasi meliputi kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, dan praktik-praktik serupa perbudakan, kerja paksa atau pelayanan paksa adalah kondisi kerja yang timbul melalui cara, rencana, atau pola yang dimaksudkan agar seseorang yakin bahwa jika ia tidak melakukan pekerjaan tertentu, maka ia atau orang yang menjadi tanggungannya akan menderita baik secara fisik maupun psikis. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktik serupa perbudakan adalah tindakan menempatkan seseorang dalam kekuasaan orang lain sehingga orang tersebut tidak mampu menolak suatu pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan oleh orang lain itu kepadanya, walaupun orang tersebut tidak menghendakinya.

Tindak pidana perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Tindak pidana perdagangan orang bahkan melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya. Jaringan pelaku tindak pidana perdagangan orang memiliki jangkauan operasi tidak hanya antarwilayah dalam negeri tetapi juga antarnegara.

Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada dasarnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 297 KUHP menentukan mengenai larangan perdagangan wanita dan anak laki-laki belum dewasa dan mengkualifikasikan tindakan tersebut sebagai kejahatan. Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menentukan larangan memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual. Namun, ketentuan KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan orang yang tegas secara hukum. Di samping itu, Pasal 297 KUHP memberikan sanksi yang terlalu ringan dan tidak sepadan dengan dampak yang diderita korban akibat kejahatan perdagangan orang. Oleh karena itu, diperlukan undang-undang khusus tentang tindak pidana perdagangan orang yang mampu menyediakan landasan hukum materiil dan formil sekaligus. Untuk tujuan tersebut, undang-undang khusus ini mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara, atau semua bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi dalam praktik perdagangan orang, baik yang dilakukan antarwilayah dalam negeri maupun secara antarnegara, dan baik oleh pelaku perorangan maupun korporasi.

Undang-Undang ini mengatur perlindungan saksi dan korban sebagai aspek penting dalam penegakan hukum, yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dasar kepada korban dan saksi. Selain itu, Undang-Undang ini juga memberikan perhatian yang besar terhadap penderitaan korban sebagai akibat tindak pidana perdagangan orang dalam bentuk hak restitusi yang harus diberikan oleh pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagai ganti kerugian bagi korban, dan mengatur juga hak korban atas rehabilitasi medis dan sosial, pemulangan serta reintegrasi yang harus dilakukan oleh negara khususnya bagi mereka yang mengalami penderitaan fisik, psikis, dan sosial akibat tindak pidana perdagangan orang.

Pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang merupakan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan keluarga. Untuk mewujudkan langkah-langkah yang komprehensif dan terpadu dalam pelaksanaan pencegahan dan penanganan tersebut perlu dibentuk gugus tugas. Tindak pidana perdagangan orang merupakan kejahatan yang tidak saja terjadi dalam satu wilayah negara melainkan juga antarnegara. Oleh karena itu, perlu dikembangkan kerja sama internasional dalam bentuk perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan/atau kerja sama teknis lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyusunan Undang-Undang ini juga merupakan perwujudan komitmen Indonesia untuk melaksanakan Protokol PBB tahun 2000 tentang Mencegah, Memberantas dan Menghukum Tindak Pidana Perdagangan Orang, khususnya Perempuan dan Anak (Protokol Palermo) yang telah ditandatangani Pemerintah Indonesia.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini, kata “untuk tujuan” sebelum frasa “mengeskploitasi orang tersebut” menunjukkan bahwa tindak pidana perdagangan orang merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana perdagangan orang cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan, dan tidak harus menimbulkan akibat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 3

Ketentuan ini dimaksudkan bahwa wilayah negara Republik Indonesia adalah sebagai negara tujuan atau transit.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Yang dimaksud dengan frasa “pengiriman anak ke dalam negeri” dalam ketentuan ini adalah pengiriman anak antardaerah dalam wilayah negara Republik Indonesia.

Pasal 7

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “luka berat” dalam ketentuan ini adalah:

a. jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut;

b. tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian;

c. kehilangan salah satu pancaindera;

d. mendapat cacat berat;

e. menderita sakit lumpuh;

f. mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut; atau

g. gugur atau matinya janin dalam kandungan seorang perempuan atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 8

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “penyelenggara negara” dalam ketentuan ini adalah pejabat pemerintah, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, aparat keamanan, penegak hukum atau pejabat publik yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau mempermudah tindak pidana perdagangan orang.

Yang dimaksud dengan “menyalahgunakan kekuasaan” dalam ketentuan ini adalah menjalankan kekuasaan yang ada padanya secara tidak sesuai tujuan pemberian kekuasaan tersebut atau menjalankannya secara tidak sesuai ketentuan peraturan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “pencabutan izin usaha, perampasan kekayaan hasil tindak pidana, pencabutan status badan hukum, pemecatan pengurus, dan/atau pelarangan pengurus tersebut mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama” dalam ketentuan ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kelompok yang terorganisasi” adalah kelompok terstruktur yang terdiri dari 3 (tiga) orang atau lebih, yang eksistensinya untuk waktu tertentu dan bertindak dengan tujuan melakukan satu atau lebih tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang ini dengan tujuan memperoleh keuntungan materiil atau finansial baik langsung maupun tidak langsung.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Yang dimaksud dengan “dipaksa” dalam ketentuan ini adalah suatu keadaan di mana seseorang/korban disuruh melakukan sesuatu sedemikian rupa sehingga orang itu melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak sendiri.

Pasal 19

Yang dimaksud dengan “dokumen negara” dalam ketentuan ini meliputi tetapi tidak terbatas pada paspor, kartu tanda penduduk, ijazah, kartu keluarga, akte kelahiran, dan surat nikah.

Yang dimaksud dengan “dokumen lain” dalam ketentuan ini meliputi tetapi tidak terbatas pada surat perjanjian kerja bersama, surat permintaan tenaga kerja Indonesia, asuransi, dan dokumen yang terkait.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “petugas di persidangan” adalah hakim, penuntut umum, panitera, pendamping korban, advokat, polisi, yang sedang bertugas dalam persidangan tindak pidana perdagangan orang.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Ketentuan ini berlaku juga bagi pemberitahuan identitas korban atau saksi kepada media massa.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Dalam ketentuan ini, korban tetap memiliki hak tagih atas utang atau perjanjian jika pelaku memiliki kewajiban atas utang atau perjanjian lainnya terhadap korban.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Yang dimaksud dengan “data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik” dalam ketentuan ini misalnya: data yang tersimpan di komputer, telepon, atau peralatan elektronik lainnya, atau catatan lainnya seperti:

a. catatan rekening bank, catatan usaha, catatan keuangan, catatan kredit atau utang, atau catatan transaksi yang terkait dengan seseorang atau korporasi yang diduga terlibat di dalam perkara tindak pidana perdagangan orang;

b. catatan pergerakan, perjalanan, atau komunikasi oleh seseorang atau organisasi yang diduga terlibat di dalam tindak pidana menurut Undang-Undang ini; atau

c. dokumen, pernyataan tersumpah atau bukti-bukti lainnya yang didapat dari negara asing, yang mana Indonesia memiliki kerja sama dengan pihak-pihak berwenang negara tersebut sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang yang berkaitan dengan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Yang dimaksud dengan “penyedia jasa keuangan” antara lain, bank, perusahaan efek, reksa dana, kustodian, dan pedagang valuta asing.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Yang dimaksud dengan “pendamping lainnya” antara lain psikolog, psikiater, ahli kesehatan, rohaniwan, dan anggota keluarga.

Pasal 36

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “korban berhak mendapatkan informasi tentang perkembangan kasus yang melibatkan dirinya” dalam ketentuan ini adalah korban yang menjadi saksi dalam proses peradilan tindak pidana perdagangan orang.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “informasi tentang perkembangan kasus setiap tahap pemeriksaan” dalam ketentuan ini antara lain, berupa salinan berita acara pemeriksaan atau resume hasil pemeriksaan pada tingkat penyidikan, dakwaan dan tuntutan, serta putusan pengadilan.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Ayat (1)

Yang dimaksud “perekaman“ dalam ayat ini dapat dilakukan dengan alat rekam audio, dan/atau audio visual.

Ayat (2)

Yang dimaksud “pejabat yang berwenang“ adalah penyidik atau penuntut umum.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Ketentuan ini dimaksudkan untuk:

a. memungkinkan bahwa terdakwa yang melarikan diri mengetahui putusan tersebut; atau

b. memberikan tambahan hukuman kepada terdakwa berupa “pencideraan nama baiknya” atas perilaku terdakwa yang tidak kooperatif dengan proses hukum.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini, mekanisme pengajuan restitusi dilaksanakan sejak korban melaporkan kasus yang dialaminya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat dan ditangani oleh penyidik bersamaan dengan penanganan tindak pidana yang dilakukan. Penuntut umum memberitahukan kepada korban tentang haknya untuk mengajukan restitusi, selanjutnya penuntut umum menyampaikan jumlah kerugian yang diderita korban akibat tindak pidana perdagangan orang bersamaan dengan tuntutan. Mekanisme ini tidak menghilangkan hak korban untuk mengajukan sendiri gugatan atas kerugiannya.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “kerugian lain” dalam ketentuan ini misalnya:

a. kehilangan harta milik;

b. biaya transportasi dasar;

c. biaya pengacara atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum; atau

d. kehilangan penghasilan yang dijanjikan pelaku.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Dalam ketentuan ini, penitipan restitusi dalam bentuk uang di pengadilan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ketentuan ini disamakan dengan proses penanganan perkara perdata dalam konsinyasi.

Ayat (6)

Restitusi dalam ketentuan ini merupakan pembayaran riil (faktual) dari jumlah restitusi yang diputus yang sebelumnya dititipkan pada pengadilan tingkat pertama.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “rehabilitasi kesehatan” dalam ketentuan ini adalah pemulihan kondisi semula baik fisik maupun psikis.

Yang dimaksud dengan “rehabilitasi sosial” dalam ketentuan ini adalah pemulihan dari gangguan terhadap kondisi mental sosial dan pengembalian keberfungsian sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

Yang dimaksud dengan “reintegrasi sosial” dalam ketentuan ini adalah penyatuan kembali korban tindak pidana perdagangan orang kepada pihak keluarga atau pengganti keluarga yang dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan bagi korban.

Hak atas “pemulangan” harus dilakukan dengan memberi jaminan bahwa korban benar-benar menginginkan pulang, dan tidak beresiko bahaya yang lebih besar bagi korban tersebut.

Ayat (2)

Dalam ketentuan ini permohonan rehabilitasi dapat dimintakan oleh korban atau kuasa hukumnya dengan melampirkan bukti laporan kasusnya kepada kepolisian.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “pemerintah” dalam ketentuan ini adalah instansi yang bertanggung jawab dalam bidang kesehatan, dan/atau penanggulangan masalah-masalah sosial, dan dapat dilaksanakan secara bersama-sama antara penyelenggara kewenangan tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota khususnya dari mana korban berasal atau bertempat tinggal.

Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dalam ketentuan ini, pembentukan rumah perlindungan sosial atau pusat trauma dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah, dengan memperhatikan asas prioritas. Dalam hal daerah telah mempunyai rumah perlindungan sosial atau pusat trauma, maka pemanfaatan rumah perlindungan sosial atau pusat trauma perlu dioptimalkan sesuai dengan Undang-Undang ini.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “perwakilannya di luar negeri” dalam ketentuan ini adalah kedutaan besar, konsulat jenderal, kantor penghubung, kantor dagang atau semua kantor diplomatik atau kekonsuleran lainnya yang sesuai peraturan perundang-undangan menjalankan mandat Pemerintah Republik Indonesia untuk melindungi kepentingan warga negara atau badan hukum Indonesia yang menghadapi permasalahan hukum di luar negeri.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 55

Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan lain” dalam ketentuan ini mengacu pula pada undang-undang yang mengatur perlindungan saksi dan/atau korban.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “Pemerintah” dalam ketentuan ini adalah instansi yang menjalankan urusan antara lain, di bidang pendidikan, pemberdayaan perempuan, dan ketenagakerjaan, hukum dan hak asasi manusia, komunikasi dan informasi.

Yang dimaksud dengan “Pemerintah Daerah” dalam ketentuan ini meliputi provinsi dan kabupaten/kota.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “penanganan” meliputi antara lain, kegiatan pemantauan, penguatan, dan peningkatan kemampuan penegak hukum dan para pemangku kepentingan lain.

Pasal 58

Cukup jelas.

Pasal 59

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “Pemerintah Republik Indonesia” dalam ketentuan ini adalah pejabat yang oleh Presiden diberikan kewenangan penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “bantuan timbal balik dalam masalah pidana” dalam ketentuan ini misalnya:

a. pengambilan alat/barang bukti dan untuk mendapatkan pernyataan dari orang;

b. pemberian dokumen resmi dan catatan hukum lain yang terkait;

c. pengidentifikasian orang dan lokasi;

d. pelaksanaan permintaan untuk penyelidikan dan penyitaan dan pemindahan barang bukti berupa dokumen dan barang;

e. upaya pemindahan hasil kejahatan;

f. upaya persetujuan dari orang yang bersedia memberikan kesaksian atau membantu penyidikan oleh pihak peminta dan jika orang itu berada dalam tahanan mengatur pemindahan sementara ke pihak peminta;

g. penyampaian dokumen;

h. penilaian ahli dan pemberitahuan hasil dari proses acara pidana; dan

i. bantuan lain sesuai dengan tujuan bantuan timbal balik dalam masalah pidana.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61

Cukup jelas.

Pasal 62

Yang dimaksud dengan “perlindungan hukum” dalam ketentuan ini dapat berupa perlindungan atas:

a. keamanan pribadi;

b. kerahasiaan identitas diri; atau

c. penuntutan hukum sebagai akibat melaporkan secara bertanggung jawab tindak pidana perdagangan orang.

Pasal 63

Cukup jelas.

Pasal 64

Cukup jelas.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....

Continue Reading

0 komentar: