L'arc~en~ciel

Bottom 3

Minggu, 02 Agustus 2009

Diposting oleh Komite Pendidikan Masyarakat Desa GEGER T.Agung


PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK(TRAFICKING) SEBAGAI TRAGEDI KEMANUSIAAN YANG MEMILUKAN)

A. LATAR BELAKANG
Sejak 1970, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan agen-agen tenaga kerja memulai melakukan pengiriman (penempatan) buruh migran perempuan (TKW) ke Arab Saudi, Hongkong, Malaysia, Singapura, Korea Selatan dan Taiwan. Fenomena terjadinya migrasi International atau melewati lintas batas negara ini merupakan salah satu bentuk kegagalan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan di dalam negeri sendiri. Kegagalan menyediakan lapangan pekerjaan berati belum tercapainya pembangunan perekonomian negara saat sekarang. Sementara itu terjadi ketidak seimbangan pertembuhan ekonomi di negara-negara lain dengan konsekwensi banyak jenis pekerjaan kasar yang dihindari oleh penduduknya yang pada akhirnya harus mendatangkan tenaga-tenaga kasar tersebut salah satunya dari Indonesia.
Pada tahun delapan puluhan terjadi peningkatan yang sangat tajam penempatan buruh migran atau yang dikenal dengan TKW/TKI keluar negeri seiring dengan diterapkannya Revolusi Hijau. Perempuan pedesaan yang biasanya memiliki lapangan pekerjaan sebagai buruh tani telah tergusur dengan sistim budidaya padi yang menggunakan sistim Panca Usaha Tani yang menerapkan jenis padi unggul yang harus dipanen dengan sabit yang hanya bisa dilakukan oleh petani laki-laki. Demikian juga dengan buruh laki-laki telah tergeser dengan peralatan mekanisasi pertanian. Pengangguran yang menumpuk di pedesaan dengan tanpa memiliki ketrampilan khusus maka terjadilan migrasi ke luar negeri dengan pekerjaan sebagai buruh perkebunan dan pekerja rumah tangga yang sangat rentan terhadap kekerasan dan ekploitasi atau pemerasan dan perdagangan perempuan.
Penempatan TKW menjadi bisnis yang menguntungkan. Pemerintah mendapatkan devisa yang cukup besar (di Jawa Timur sekitar 3 triliun rupiah pertahun), begitu juga PJTKI, yang akhirnya penempatan buruh migran ke luar negeri menjadi kegiatan bisnis dan buruh migran sebagai komoditi dari bisnis tersebut. Kebanyakan negara tujuan meminta lebih banyak pekerja perempuan daripada laki-laki, khususnya pekerja domestic sebagai pekerja rumah tangga. Situasi ini didorong oleh keadaan ekonomi di Negara kita sulit memperoleh pekerjaan dan gaji yang memadai. Kebanyakan perempuan mengatakan bahwa mereka memutuskan pergi keluar negeri adalah untuk bertahan dalam hidup dan untuk kehidupan keluarga yang lebih baik.
Dalam kenyataanya kualitas hidup perempuan masih memprihatinkan, hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikkan dan ketrampilan yang masih rendah, tingkat kesehatan yang rendah serta umumnya bekerja disektor informal seperti pekerja rumah tangga, buruh pertanian, perkebunan, pedagang dan sebagainya yang biasanya rentan terhadap kekerasan dan trafficking. Dengan adanya tekanan ekonomi, perempuan Indonesia banyak yang bekerja diluar negeri (buruh migran). Kondisi buruh migran perempuan tersebut baik yang legal maupun ilegal, sangat rentan terhadap diskriminasi, eksploitasi, tindak kekerasan dan bahkan perdagangan manusia (trafficking), khususnya perempuan dan anak, bahkan jumlahnya cenderung mengalami peningkatan dari waktu kewaktu. Kondisi ini tentunya akan mengancam kualitas hidup bangsa Indonesia apabila tidak ditangani secara serius.

B. DEFINISI DAN PENGERTIAN TRAFIKING.
Berdasarkan Protokol PBB untuk Mencegah, Memberantas dan Menghukum Perdagangan Manusia, khususnya Perempuan dan Anak (2000), dilegkapi dengan Konvensi PBB untuk Melawan Organisasi Kejahatan Lintas Batas, memasukkan definisi perdagangan manusia sebagai berikut:
1. "Perdagangan Manusia" adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh”
2. Persetujuan korban perdagangan manusia terhadap eksploitasi yang dimaksud yang dikemukakan dalam sub alinea (1) artikel ini tidak akan relevan jika salah satu dari cara-cara yang dimuat dalam subalinea (1) digunakan;
3. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai "perdagangan manusia" bahkan jika kegiatan ini tidak melibatkan satu pun cara yang dikemukakan dalam subalinea (a) pasal ini;
4. "Anak" adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun.

Pemerintah Indonesia turut meratifikasi protokol PBB tersebut dan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak disahkan pada tanggal 30 Desember 2002 melalui Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002. RAN tersebut merupakan landasan dan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan penghapusan perdagangan perempuan dan anak.
American Center For International Labor Solidarity (ACILS) dan International Catholic for Migran Center (ICMC) mencoba untuk memudahkan dalam memahami definisi Traficking dengan menyusun table seperti berikut:

Process + Cara/Jalan + Tujuan
Perekrutan
Atau
Pengiriman
Atau
Pemindahan
Atau
Penampungan
Atau
Penerimaan D
A
N Ancaman
Atau
Pemaksaan
Atau
Penculikan
Atau
Penipuan
Atau
Kebohongan
Atau
Kecurangan
Atau
Penyalahgunaan Kekuasaan D
A
N Prostitusi
Atau
Pornografi
Atau
Kekerasan/Eksploitasi Seksual
Atau
Kerja Paksa/dengan upah yang tidak layak
Atau
Perbudakan/Praktek-praktek lain serupa perbudakan

1 + 1 + 1

persetujuan korban tidak relevan Jika satu unsur dari masing-masing ketiga kategori diatas muncul, maka hasilnya adalah trafiking. Persetujuan korban tidak relevan apabila sudah ada salah satu dari jalan/cara diatas. Untuk anak-anak, persetujuan korban tidak relevan dengan atau tanpa jalan/cara diatas.

C. FAKTOR PENYEBAB TRAFIKING
Tidak ada satupun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafiking manusia di Indonesia. Trafiking disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda. Termasuk kedalamnya adalah:
1. Kurangnya Kesadaran dan minimnya informasi: Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari kerja baik di Indonesia ataupun di luar negeri tidak mengetahui adanya bahaya trafiking dan tidak mengetahui cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak mereka dalam pekerjaan yang disewenang-wenangkan atau pekerjaan yang mirip perbudakan.
2. Kemiskinan: Kemiskinan telah memaksa banyak keluarga untuk merencakanan strategi penopang kehidupan mereka termasuk bermigrasi untuk bekerja dan bekerja karena jeratan hutang, yaitu pekerjaan yang dilakukan seseorang guna membayar hutang atau pinjaman.
3. Keinginan Cepat Kaya: Keinginan untuk memiliki materi dan standar hidup yang lebih tinggi memicu terjadinya migrasi dan membuat orang-orang yang bermigrasi rentan terhadap trafiking.
4. Faktor Budaya: Faktor-faktor budaya berikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya trafiking:
a. Peran Perempuan dalam Keluarga: Meskipun norma-norma budaya menekankan bahwa tempat perempuan adalah di rumah sebagai istri dan ibu, juga diakui bahwa perempuan seringkali menjadi pencari nafkah tambahan/pelengkap buat kebutuhan keluarga. Rasa tanggung jawab dan kewajiban membuat banyak wanita bermigrasi untuk bekerja agar dapat membantu keluarga mereka.
b. Peran Anak dalam Keluarga: Kepatuhan terhadap orang tua dan kewajiban untuk membantu keluarga membuat anak-anak rentan terhadap trafiking. Buruh/pekerja anak, anak bermigrasi untuk bekerja, dan buruh anak karena jeratan hutang dianggap sebagai strategi-strategi keuangan keluarga yang dapat diterima untuk dapat menopang kehidupan keuangan keluarga.
c. Perkawinan Dini: Perkawinan dini mempunyai implikasi yang serius bagi para anak perempuan termasuk bahaya kesehatan, putus sekolah, kesempatan ekonomi yang terbatas, gangguan perkembangan pribadi, dan seringkali, juga perceraian dini. Anak-anak perempuan yang sudah bercerai secara sah dianggap sebagai orang dewasa dan rentan terhadap trafiking disebabkan oleh kerapuhan ekonomi mereka.
d. Sejarah Pekerjaan karena Jeratan Hutang: Praktek menyewakan tenaga anggota keluarga untuk melunasi pinjaman merupakan strategi penopang kehidupan keluarga yang dapat diterima oleh masyarakat. Orang yang ditempatkan sebagai buruh karena jeratan hutang khususnya, rentan terhadap kondisi-kondisi yang sewenang-wenang dan kondisi yang mirip dengan perbudakan.
5. Kurangnya Pencatatan Kelahiran: Orang tanpa pengenal yang memadai lebih mudah menjadi mangsa trafiking karena usia dan kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Anak-anak yang ditrafik, misalnya, lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun yang memintanya.
6. Kurangnya Pendidikan: Orang dengan pendidikan yang terbatas memiliki lebih sedikit keahlian/skill dan kesempatan kerja dan mereka lebih mudah ditrafik karena mereka bermigrasi mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian.
7. Korupsi & Lemahnya Penegakan Hukum: Pejabat penegak hukum dan imigrasi yang korup dapat disuap oleh pelaku trafiking untuk tidak mempedulikan kegiatan-kegiatan yang bersifat kriminal. Para pejabat pemerintah dapat juga disuap agar memberikan informasi yang tidak benar pada kartu tanda pengenal (KTP), akte kelahiran, dan paspor yang membuat buruh migran lebih rentan terhadap trafiking karena migrasi ilegal. Kurangnya budget/anggaran dana negara untuk menanggulangi usaha-usaha trafiking menghalangi kemampuan para penegak hukum untuk secara efektif menjerakan dan menuntut pelaku trafiking.
D. BENTUK-BENTUK TRAFIKING MANUSIA

Ada beberapa bentuk trafiking manusia yang terjadi pada perempuan dan anak-anak:
1. Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks – baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia. Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migran, PRT, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaan-pekerjaan tanpa keahlian tetapi kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di daerah tujuan. Dalam kasus lain, berapa perempuan tahu bahwa mereka akan memasuki industri seks tetapi mereka ditipu dengan kondisi-kondisi kerja dan mereka dikekang di bawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja.
2. Pembantu Rumah Tangga (PRT) – baik di luar ataupun di wilayah Indonesia. PRT baik yang di luar negeri maupun yang di Indonesia di trafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk: jam kerja wajib yang sangat panjang, penyekapan ilegal, upah yang tidak dibayar atau yang dikurangi, kerja karena jeratan hutang, penyiksaan fisik ataupun psikologis, penyerangan seksual, tidak diberi makan atau kurang makanan, dan tidak boleh menjalankan agamanya atau diperintah untuk melanggar agamanya. Beberapa majikan dan agen menyita paspor dan dokumen lain untuk memastikan para pembantu tersebut tidak mencoba melarikan diri.
3. Bentuk Lain dari Kerja Migran – baik di luar ataupun di wilayah Indonesia. Meskipun banyak orang Indonesia yang bermigrasi sebagai PRT, yang lainnnya dijanjikan mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian di pabrik, restoran, industri cottage, atau toko kecil. Beberapa dari buruh migran ini ditrafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak di tempat kerja seperti itu melalui jeratan hutang, paksaan, atau kekerasan.
4. Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya – terutama di luar negeri. Perempuan dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai penari duta budaya, penyanyi, atau penghibur di negara asing. Pada saat kedatangannya, banyak dari perempuan ini dipaksa untuk bekerja di industri seks atau pada pekerjaan dengan kondisi mirip perbudakan.
5. Pengantin Pesanan – terutama di luar negeri. Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks.
6. Beberapa Bentuk Buruh/Pekerja Anak – terutama di Indonesia. Beberapa (tidak semua) anak yang berada di jalanan untuk mengemis, mencari ikan di lepas pantai seperti jermal, dan bekerja di perkebunan telah ditrafik ke dalam situasi yang mereka hadapi saat ini.
7. Trafiking/penjualan Bayi – baik di luar negeri ataupun di Indonesia. Beberapa buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat di luar negeri dan kemudian mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi ilegal. Dalam kasus yang lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh PRT kepercayaannya yang melarikan bayi ibu tersebut dan kemudian menjual bayi tersebut ke pasar gelap.
E. SEBERAPA BESAR MASALAH TRAFIKING DI INDOENSIA?
Statistik untuk trafiking yang konkrit dan dapat diandalkan di Indonesia masih sangat sulit untuk didapatkan, karena ke-ilegalan-nya dan,karena itu, sifatnya tersembunyi. Meskipun demikian, informasi berikut ini mungkin dapat memberikan gambaran cakupan dari masalah ini:
1. Buruh Migran: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi memperkirakan bahwa pada tahun 2002 terdapat sekitar 500.000 warga negara Indonesia yang bermigrasi keluar negeri untuk bekerja melalui jalur resmi. Berbagai LSM di Indonesia (termasuk juga KOPBUMI) memperkirakan bahwa sekitar 1,4 sampai 2,1 juta buruh migran perempuan Indonesia saat ini sedang bekerja diluar negeri. Organisasi-organisasi ini juga menyertakan jumlah buruh migran yang tidak terdokumentasi yang melewati jalur-jalur ilegal kedalam perkiraan mereka.
2. PRT: Sebuah laporan dari konferensi ILO-IPEC 2001 memperkirakan bahwa ada sekitar 1,4 juta PRT di Indonesia, dan 23 persennya adalah anak-anak.
3. Pekerja Seks Komersial: Sebuah laporan Organisasi Perburuhan Dunia (ILO) tahun 1998 memperkirakan bahwa ada sekitar 130.000 – 240.000 pekerja seks di Indonesia dan sampai 30 persennya adalah anak-anak di bawah 18 tahun.
4. Meskipun tidak semua pekerja-pekerja tersebut pernah ditrafik, tetapi itu adalah bidang-bidang dimana trafiking dikenal sebagai fenomena yang tersebar luas dengan kemungkinan jumlah korban yang sangat
E. LANDASAN HUKUM UNTUK PEMBERANTASAN DAN PENGHAPUSAN TRAFIKING
Rujukan landasan hukum yang relevan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat dipakai dalam upaya menghapus trafiking, antara lain:
1. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang No. 21 2007
2. Undang-Undang No 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
3. Undang-Undang (UU) No.1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);
4. UU no.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita;
5. UU no.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; UU no.19 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO (International Labor Organisation) no.105 mengenai Penghapusan Kerja Paksa;
6. UU no. 1 tahun 2000 tentang Pengesahan Konvesi ILO No.182 mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak;
7. UU no.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan rujukan-rujukan relevan lainnya.

ARTI DAN PENGERTIAN ISTILAH YANG DIPAKAI DALAM DEFINISI TRAFIKING:

Berikut ini adalah beberapa arti dan pengertian istilah penting yang dipakai sesuai definisi trafiking:
1. Eksploitasi : Memanfaatkan seseorang secara tidak etis demi kebaikan atau keuntungan seseorang.
2. Eksploitasi Pekerja : Mendapat keuntungan dari hasil kerja orang lain tanpa memberikan imbalan yang layak
3. Perekrutan : Tindakan mendaftarkan seseorang untuk suatu pekerjaan atau aktivitas.
4. Agen : Orang yang bertindak atas nama pihak lain, seseorang yang memfasilitasi proses migrasi (pemindahan) baik migrasi sah maupun tidak sah.
5. Broker/makelar: Seseorang yang membeli atau menjual atas nama orang lain.
6. Kerja Paksa &Praktek serupa Perbudakan : Memerintahkan seseorang untuk bekerja atau memberikan jasa dengan menggunakan kekerasan atau ancaman, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi yang dominan, penjeratan utang, kebohongan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya. Kerja paksa dapat dilakukan demi keuntungan pemerintah, individu pribadi, perusahaan atau asosiasi.
7. Penghambaan : Keadaan di mana seseorang berada di bawah penguasaan seorang pemilik atau majikan; atau hilangnya kebebasan pribadi, untuk bertindak sebagaimana yang dikehendakinya.
8. Perbudakan : Keadaan di mana seseorang terbelenggu dalam penghambaan sebagai milik seorang penguasa budak atau suatu rumah tangga; atau praktek untuk memiliki budak; atau metode produksi di mana budak merupakan tenaga kerja pokok.
9. Perbudakan Seksual : Ketika seseorang memiliki orang lain dan mengeksploitasinya untuk aktivitas seksual.
10. Prostitusi : Tindakan seksual yang dilakukan untuk memperoleh uang.
11. Pekerja Seks Komersial : Seseorang yang melakukan tindakan seksual untuk memperoleh uang.
12. Prostitusi Anak: Prostitusi yang dilakukan anak, yang merupakan salah satu bentuk pekerjaan terburuk bagi anak.
13. Prostitusi Paksa: Mendesak (memaksa) seseorang untuk bekerja sebagai pekerja seks.
14. Pekerja Hiburan: Seseorang yang dipekerjakan di bidang jasa layanan/service dengan kondisi kerja eksploitatif, pornaaksi/striptease dan kondisi rentan.
15. Rentan : Menghadapi kemungkinan besar untuk dilukai atau mudah untuk diserang.

0 komentar:

Posting Komentar